Halloween Costume ideas 2015

Pemikiran Neo-Empirisme Seorang John Dewey



John Dewey adalah salah satu cendekiawan Amerika yang paling terkemuka di paruh pertama abad ke-20. Dia adalah seorang filsuf, psikolog, dan pembaharu dalam dunia pendidikan dari negara Amerika.

Gagasan dan pemikiran Dewey banyak sekali mempengaruhi perkembangan bidang pendidikan dan reformasi sosial hingga saat ini. Dewey juga dikenal sebagai kritikus sosial dan pemikir dalam bidang pendidikan.

Neo-Empirisme
Mulanya Dewey menaruh perhatian pada teori pengalaman yang dikembangkan kaum Hegelian. Tetapi kemudian Dewey mengembangkan teori neo-empirisme, yang terdiri dari tiga (3) pemikiran pokok mengenai pengalaman yang diamatinya, yang menurut Dewey diabaikan oleh para pemikir idealis, yaitu: (1) Pengabaian terhadap pengalaman bertindak; (2) Penolakannya terhadap gagasan mengenai suatu hal yang merupakan kesatuan yang menyeluruh; (3) Anggapannya bahwa kaum Hegelian dan idealis selalu menyimpulkan kodrat alam yang terlalu menggeneralisasikan sehingga menuntun kepada proyeksi kosmis yang keliru.

Pemahaman Dewey tentang manusia bertolak dari konsepnya tentang situasi kehidupan manusia itu sendiri. Manusia merupakan makhluk sosial. Segala perbuatan manusia, baik itu perbuatan baik maupun perbuatan buruk, akan selalu diberi penilaian oleh lingkungan dan masyarakat. Akan tetapi, di lain pihak, secara alamiah manusia pencipta nilai bagi dirinya sendiri.

Sementara masyarakat di sekitar manusia dengan segala organisasi dan lembaganya, bisa dikondisikan dalam hubungan sedemikian rupa, sehingga memberikan pengaruh positif dalam kehidupan masing-masing individu semaksimal mungkin. Dalam artian, bahwa pribadi seorang yang berkembang, selain ia berkembang dengan adanya kemungkinan alamiahnya, perkembangannya juga akan turut dipengaruhi masyarakat yang ada disekitar lingkungan.

Menurut Dewey setiap pribadi manusia selalu memiliki struktur-struktur kodrati tertentu, yang ditandai dengan kepemilikan insting dasar yang dibawa oleh setiap manusia sejak lahir. Insting-insting dasar itu tidak bersifat statis atau sudah memiliki bentuk baku, tetapi ia fleksibel. Dalam hal fleksibelitasnya, tampak ketika insting bereaksi terhadap kondisi serta lingkungan yang dihadapi. Pokok pandangan Dewey di sini, bahwa secara kodrati, struktur psikologi manusia atau kodrat manusia terdapat kelebihan tertentu.

Kelebihan itu diaktualisasikan sesuai dengan kondisi sosial disekitarnya—manusia. Bila seseorang bereaksi yang sama terhadap kondisi disekitarnya, itu disebabkan karena “kebiasaan” dan cara orang bersikap terhadap stimulus-stimulus tertentu. Sehingga kebiasaan ini dapat berubah sesuai tuntutan di sekelilingnya.

Berpikir Mendalam, Pengalaman, dan Kebenaran
Bagi Dewey, tak ada sesuatu yang akan tetap dan tinggal diam (statis). Manusia selalu bergerak dalam perubahann yang berlangsung terus menerus—berkesinambungan. Jika ketika dijumpai kesulitan, maka manusia akan berpikir bagaimana mengatasi kesulitan itu. Sehingga apa yang disebut “berpikir”, adalah alat yang digunakan untuk “bertindak”. Sebab pengalaman menjadi bagian utama yang akan membentuknya.

Untuk menganalisis teori kebenaran Dewey, ada baiknya mengutip penjelasan Dewey sendiri, sebagaimana dijelaskan oleh Harun Hadiwijono (2004), dalam buku yang berjudul “Sari Sejarah Filsafat Barat II”, bahwa ..

“Kebenaran sama sekali bukan hal yang sekali ditentukan dan tidak boleh diganggu gugat, sebab dalam prakteknya kebenaran memiliki nilai fungsional yang tetap. Segala pernyataan yang kita anggap benar pada dasarnya dapat berubah”. (C.F. Delaney, 1999; Dewey John, 1964).
Dari sedikit penyataan di atas, setidaknya bisa dipahami beberapa hal yang terbentuk dari pemikiran mendalam Dewey, yaitu:

Pertama. Kebenaran akan berubah-ubah, bersifat progresif, dan bukan sesuatu yang dapat disimpulkan sebagai hal yang final—terbatas. Hal inilahlah yang membuat Dewey berkesimpulan bahwa untuk mengatur kehidupan di dunia ini adalah rumit. Sebab apabila semua kebenaran yang ada sekarang hanya bersifat sementara, dan tidak ada kebenaran tetap, maka insan manusia akan menjalani kehidupan pada landasan yang tidak kuat, bahkan penuh kebimbangan.

Kedua. Banyak kebenaran yang sifatnya sementara, sedang menjadi, belum final, tetapi tidak berlaku pada semuanya. Misalnya dengan pernyataan-pernyataan sederhana berikut ini: “Gajah adalah hewan yang lebih besar dari semut”, “Membunuh orang yang tidak bersalah adalah perbuatan salah”, “Memberi maaf pada seseorang adalah lebih baik dari pada membenci seseorang”, bagaimana Dewey memberikan penjelasan terhadap pernyataan tersebut (Dewey John, 1964)

Ketiga. Berdasarkan pada asas pragmatisme, pandangan Dewey tidak menghendaki adanya norma atau kaidah yang tetap dan yang terlebih dulu ditentukan oleh sejarah atau agama, karena ia tidak turut campur tangan pada waktu membuatnya.

Keempat. Norma harus timbul dari masyarakat sendiri yang selalu berubah, berganti sesuai dengan keadaan masyarakat yang senantiasa mengalami proses dan pergantian, dari zaman ke zaman.

Kelima.
Tujuan hidup yang berhubungan dengan kaidah, wajib selalu berubah dan berganti menurut masanya. “Tak ada sesuatu yang tetap”. Disamping itu juga, istilah bahwa “segala sesuatu itu baik” dan “apabila berguna” juga perlu di kritisi. Apabila itu dipergunakan secara umum, maka akan dapat membahayakan.

Keenam. Secara umum, pragmatisme merupakan ide yang dapat dipraktekkan dengan benar, dan berguna. Ide-ide hanya ada dalam ide tanpa diimplementasikan, hanyalah suatu kebimbangan terhadap realitas objek indra, yang semuanya itu non-sense bagi pragmatisme.

Oleh; Abdy Busthan


Post a Comment

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget