Halloween Costume ideas 2015

Memahami Bentuk dan Konsep Etika dalam Perjanjian Lama (PL)


Dunia Perjanjian Lama (PL) merupakan buku etika yang menguraikan kehidupan etis umat Israel sepanjang sejarah kehidupan mereka. Titik tolak pelajaran etika dalam Perjanjian Lama (PL) adalah "anugerah Allah" terhadap umat Israel sebagai bangsa Pilihan-Nya dan tuntutan perintah Allah yang terikat pada tindakan keselamatan manusia.

Bentuk etika Perjanjian Lama berkisar pada tindakan Allah dalam sejarah umat-Nya yaitu bangsa Israel yang menuntut respon serasi (seimbang). Hal ini menyebabkan konsep etika Perjanjian Lama selaras dengan etika yang dinamakan etika Teonom yang berlandaskan hubungan antara Allah dan umat-Nya.

Menurut Verne H. Fletcher (1990), dasar-dasar etika Perjanjian Lama (PL) dapat disoroti dari 4 (empat) sisi, yaitu sebagai berikut:

  1. Menanggapi perbuatan Allah, dimana bangsa Israel harus memiliki dorongan untuk bisa mengarah pada kelakuan etis dalam wujud tanggapan akan tindakan-tindakan Allah dalam sejarah kehidupan mereka.
  2. Mengikuti teladan Allah, maka bangsa Israel wajib untuk memperlihatkan sifat Allah melalui kelakuan mereka.
  3. Hidup dibawah pemerintahan Allah, maksudnya adalah kedaulatan dan kewibawaan Allah sebagai Raja ilahi yang karenanya manusia harus tunduk sebagai makhluk ciptaan dan hamba.
  4. Mentaati perintah Allah


(1) Moralitas Manusia Pertama
Etika Perjanjian Lama tidak dapat terlepas dari moralitas manusia pertama. Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang istimewa, yaitu sebagai gambar Allah yang dalam bahasa Ibrani disebut Tselem dan dalam bahasa Latin disebut Imago Dei (Karel Sosipater. 2010). 

Tidak sampai di situ, manusia yang diciptakan Allah juga memiliki kesamaan moral dengan Allah yang Maha Suci yang terjadi pada waktu Adam dan Hawa belum jatuh ke dalam dosa. Manusia yang telah diciptakan oleh Allah, merupakan makhluk moral yang diberikan kemampuan memilih apa yang akan dilakukannya: apakah mematuhi perintah Allah atau menentangnya. Hal ini terjadi karena manusia adalah pribadi bebas yang memiliki kehendak bebas. Namun, kehendak bebas haruslah disertai dengan tanggung jawab. 

Pada waktu Adam dan Hawa telah diciptakan, Allah memberi perintah kepada Adam berupa larangan untuk memetik dan memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat yang berada dalam taman Eden. 

Namun perintah Allah tidak dihiraukan oleh Adam dan Hawa dan mereka mengambil keputusan etis yaitu memetik dan memakan buah tersebut. Dan ketika Allah mengetahui perbuatan itu, Allah bertindak memberi sanksi kepada mereka dan tindakan Allah ini adalah ethos Allah (ethos: sikap dasar dalam berbuat).

Karel Sosipater (2010) menegaskan bahwa tindakan Allah merupakan inisiatif dari Allah sendiri yang mencerminkan sikap kasih-Nya kepada manusia, yang mengandung dua hal, yaitu: Pertama. Ketika manusia pertama jatuh ke dalam dosa yang kemudian telanjang dan merasa malu, dan bersembunyi di antara pohon-pohon dalam taman, Allah mencarinya dan lebih dahulu menyapanya, dimanakah engkau?(Kejadian 3:9). Kedua. Untuk menutupi ketelanjangan manusia, Allah membuat pakaian dari kulit binatang, lalu mengenakannya pada kedua manusia berdosa: Adam dan istrinya Hawa (Kejadian 3:21).

Ethos yang sudah ditunjukkan oleh Allah mengandung pemahaman bahwa Allah mau merendahkan diri-Nya dan memperlihatkan sikap kasih kepada manusia berdosa. Namun sikap dan respon manusia pada kebaikan Allah justru semakin meningkatkan perbuatan dosanya. Hal ini terlihat pada anak Adam yaitu Kain yang begitu tega dan kejam membunuh adiknya Habel, hanya karena iri terhadap soal persembahan. Tidak hanya itu saja, ketika manusia bertambah banyak, maka perbuatan mereka justru semakin dipenuhi kejahatan, sampai Tuhan menyesal telah menciptakan manusia (Kejadian 6:5-6).

(2) Etika dan Moral Abraham
Etika dan moral Abraham nampak ketika dia dipanggil Allah dalam usia yang ke-75 tahun. Pada saat itu dia bersama istrinya Sarai beserta keponakannya Lot, menuju ke tanah Kanaan melalui Sikhem dan Betel, sekitar tahun 2091 SM (Kejadian 12:1-5) ; (Karel Sosipater, 2010).

Abraham yang pada waktu itu bernama Abram, pergi hanya dengan berbekal iman kepada Tuhan, dan dia sendiri tidak sama sekali mengetahui bagaimana sebetulnya daerah Kanaan. Dan ketika sampai di Kanaan, ternyata negeri itu sedang mengalami bencana kelaparan yang dasyat, dan oleh karenanya, maka Abraham bersama dengan keluarganya pergi ke Mesir melalui Negep.

Menurut Sosipater (2010), peristiwa yang menunjukkan Abraham yang selalu beriman dan menuruti perintah Allah sebenarnya memperlihatkan beberapa sikap iman dan moralnya, antara lain:

  • Berani melangkah mentaati perintah Tuhan untuk menuju ke negeri yang belum diketahui keadaannya.
  • Bersedia meninggalkan rumahnya dan pergi mengembara yang penuh suka duka serta ancaman bahaya.
  • Ketika Abraham mencapai tempat yang ia tuju, ada bencana kelaparan di sana, namun Abraham tidak meninggalkan tempat itu melainkan tetap percaya dan setia pada Tuhan.
  • Percaya bahwa Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik dan hal itu terjadi hingga Abraham menjadi Bapa orang beriman bagi segala bangsa.


Selain sikap iman dan moral yang ditunjukkan Abraham, terdapat pula moral buruk yang Abraham tunjukkan ketika menghadapi permasalahan hidupnya, yaitu:

  • Ketika ia berada di Mesir, dia kuatir dirinya akan dibunuh supaya orang bisa mengambil istrinya.
  • Abraham berbohong demi menyelamatkan dirinya dengan mengakui istrinya sebagai adik.
  • Sikap egois dan tidak mengasihi istrinya, dimana Abraham tidak melindungi istrinya dan membiarkan istrinya rela diambil orang.
  • Abraham tidak menyerahkan perlindungannya pada Allah, tetapi dia tenggelam pada perasaan takut yang justru mengancam nyawanya

(3) Konsep Hukum Taurat
Istilah taurat berasal dari bahasa Ibrani yaitu torah yang artinya ajaran. Asal kata torah ada hubungannya dengan kata kerja hora yaitu memimpin, mengajar, mendidik, dan sering diterjemahkan dengan istilah ‘pengajaran’. Istilah torah sebagai pengajaran dapat pula diartikan sebagai hukum yang berasal dari kata yarah yang artinya mengarahkan atau mengajar.

Kata torah ini kemudian dipakai juga untuk menyebutkan Pentateuch (lima kitab pertama dalam Alkitab). Hukum Taurat Musa yang tertulis dalam kelima kitabnya, selanjutnya dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:

Pertama. Hukum Moral, yang membicarakan peraturan-peraturan Allah bagi umat Israel untuk hidup kudus, mengasihi Allah dan mengasihi sesama yang prinsip dasarnya tertulis dalam sepuluh perintah Tuhan (Kel 20:1-17).

Kedua. Hukum Perdata atau Hukum Sosial, yaitu hukum yang membicarakan serta membahas kehidupan hukum dan sosial kemasyarakatan bangsa Israel (Kel 21:1-23:33). Ketiga. Hukum Peribadatan, membicarakan bentuk dan upacara penyembahan umat Israel kepada Tuhan, juga mengenai sistem pesembahan korban dan kehidupan keagamaan (Keluaran 24:12-31:18)

Para tokoh etika kemudian melihat Perjanjian Lama (PL) dari berbagai ragam pandangan bahwa sejarah kehidupan dari bangsa Israel dan kehadiran Allah tidak dapat dipisahkan. Beberapa hal penting adalah sebagai berikut.

  • Tingkah laku bangsa Israel berada dalam pengawasan dari pada YHWH sendiri, baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan sesamanya manusia
  • Allah Israel adalah penuntun dalam kehidupan etis umat sangat bergantung pada Allah sebagai penuntun.
  • Status kehidupan umat Israel ditengah-tengah masyarakat mempengaruhi kehidupan etika mereka.
  • Kesetiaan dan ketaatan kepada YHWH sebagai pemberi hukum dan peraturan adalah landasan bagi umat dalam tingkah laku etis mereka.
  • Umat PL berasal dari Perjanjian Allah kepada umat menjadi landasan dari standar moral mereka.
  • Etika PL adalah etika agama Yudaisme yang berasal dari kebenaran Firman Allah atau pernyataan Allah secara pribadi.
  • Hukum kasih kepada Allah dan kepada sesama dalam hukum Taurat adalah landasan etika umat Israel.
  • Hukum Taurat dan kitab para nabi adalah buku etika yang berhubungan dengan perjanjian, kekudusan/moral, dan kasih.
  • Yesus Kristus dan para Rasul menggunakan PL sebagai landasan pengajaran yakni memberi pengertian yang benar mengenai etika PL dan memberikan tafsiran benar mengenai etika PL kedalam PB.

(4) Pendekatan Etis Perjanjian Lama
Pendekatan dalam mempelajari etika Perjanjian Lama (PL) sebagai buku etis atau buku norma-norma kehidupan adalah dengan melihat Perjanian Lama sebagai empat hal, yaitu:

  • a book of rule, yaitu berupa prinsip-prisip ketaatan sebagai kehidupan etis umat israel.
  • a book of principles, yaitu prinsip-prisip etis yang terkandung dalam hukum taurat.
  • a patten of life, yaitu gambaran kehidupan etis umat sebagai standar kehidupan dan standar pengambilan keputusan. Namun banyak hal yang aneh dan harus diteliti kembali.
  • a book of character bulding, yaitu memberikan contoh karakter serta landasan dalam hal pembentukan karakter. Dalam pemahaman bahwa hubungan dengan sesama dalam masyarakat sosial akan bertambah baik, apabila seseorang mengembangkan karakternya.

(5) Implikasi Etis Sejarah PL Pada Masa Sekarang
Untuk mempresentasikan narasi generasi umat yang hidup dalam sepanjang sejarah Perjanjian Lama (PL) terkait konsep etika, serta bagaimana untuk mengaplikasikannya dalam konteks kehidupan sekarang, maka dapat dilihat pada poin-poin penting berikut:

  • Penciptaan kehidupan, implikasinya Allah sebagai pemberi kehidupan, sehingga manusia harus memelihara kehidupan ciptaan-Nya.
  • Kain dan Habel, implikasinya adalah bagaimana memelihara hubungan dengan sesama.
  • Rahab, sebagai seorang perempuan yang menyembunyikan pengintai, implikasinya apakah kita boleh berbohong?
  • Menara Babel, yaitu suatu hubungan dan kerja sama dalam komunitas bahasa diserahkan. Implikasinya bagaimana kita bekerja sama dengan sesama.
  • Perjanjian Allah dengan Abraham, implikasinya adalah bahwa tujuan dari perjanjian ini bukan untuk pribadi, tetapi demi kepentingan banyak orang, khususnya orang percaya.
  • Sepuluh Hukum taurat, implikasinya, dalam empat hukum pertama berbicara tentang tanggungjawab kepada Allah, sedangkan dalam enam hukum berikutnya, berbicara soal tanggungjawab kepada sesama.
  • Pembebasan dari Mesir dan pengembaraan dipadang gurun. Kehidupan ini bukanlah milik pribadi, sehingga hidup hanya dapat bergantung pada pribadi saja, tetapi hidup adalah milik Allah dan bergantung pada Allah. Implikasinya, manusia berusaha hidup mengontrol hidupnya daripada hidup dalam memberi kehidupan.
  • Memasuki tanah kanaan, implikasinya adalah isu-isu etis dari “Pacifism” atau “A just War” (paham damai-perdamaian)
  • Pada zaman Hakim-hakim: zaman kegelapan, implikasinya adalah isu-isu etis dan keagamaan.
  • Pada zaman raja-raja, implikasinya isu-isu etis mengenai keadilan pajak dan budak, dan contoh kehidupan etis yang buruk dari Daud, Bertsyeba, Uria, Ahab, Izebel dll.
  • Kitab nabi-nabi kecil dalam pembuangan, implikasinya adalah isu-isu mengenai keadilan, belas kasihan, politik dll.
  • Kitab-kitab puisi, implikasinya isu-isu moral etis, ibadah dan pelayanan yang etis, penyembahan yang paling benar 
  • Dialog iman dalam kitab mazmur. 
  • Mempelajari etika dari dasar PL pada umumnya adalah: sosial etis dalam kehidupan iman dan penyembahan kepada Allah.


Oleh: Abdy Busthan
Tags

Post a Comment

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget